Proses pendidikan akan dikatakan menuai hasil positif ketika mampu menghadirkan segudang prestasi siswa. Banyak strategi yang bisa ditempuh untuk mewujudkan asa lahirnya siswa yang mampu mengukir prestasi. Salah satunya dengan menyemai cinta. Bagaimanakah cara kerja cinta sehingga mampu mendorong prestasi siswa?
Cinta merupakan rangkaian lima huruf yang berbeda yaitu C-I-N-T-A. Menurut penulis, metode ‘cinta’ merupakan suatu proses pendidikan yang dilandasi dengan: (1) Cerita motivasi, (2) Inovasi, (3) Niteni, (4) Telaten, dan (dibalut dengan) (5) Akhlak terpuji. Selanjutnya, mari kita urai C-I-N-T-A untuk mendongkrak prestasi siswa.
Pertama, Cerita motivasi. Dalam proses pendidikan, seorang pendidik (guru dan orang tua) perlu membangkitkan hasrat siswa untuk berprestasi. Cerita kisah kehidupan dibalik orang sukses maupun cerita kegagalan seseorang akan mampu memberikan pelajaran bagi siswa untuk menentukan masa depannya. Selain itu, siswa perlu juga didorong untuk aktif membaca kisah-kisah yang mampu membangkitkan motivasinya. Apabila siswa menghendaki sukses, maka pendidik bisa mengarahkan siswa untuk berperilaku sesuai kisah kehidupan orang-orang sukses. Pendidik juga perlu mengingatkan bahwa apabila siswa mencotoh perilaku orang-orang gagal, maka dapat dipastikan masa depannya juga akan suram.
Kedua, Inovasi. Kamus Besar Bahasa Indonesia memberi batasan, inovasi sebagai pemasukan atau pengenalan hal-hal yang baru, penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada atau yang sudah dikenal sebelumnya baik berupa gagasan, metode atau alat (KBBI, 1990 : 330). Merunut pengertian tersebut, maka inovasi identik dengan sesuatu yang baru termasuk metode. Jika kita hubungkan dengan pembelajaran, maka inovasi pembelajaran berarti penggunaan metode yang baru dan bervariasi untuk memudahkan siswa menerima materi pelajaran.
Sebagai seorang pendidik, guru dituntut untuk senantiasa menggunakan metode bervariasi. Tujuannya untuk menghilangkan kebosanan siswa ketika proses pembelajaran. Untuk menambah referensi metode-metode pembelajaran, guru bisa memanfaatkan forum diskusi antar guru misalnya melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Disamping guru yang harus berinovasi, siswapun diharapkan juga melakukan inovasi dalam belajar.
Ketiga, Niteni. Kegiatan mengingat dan merekam perkembangan anak bisa disebut niteni. Sangat bijak tatkala seorang pendidik mampu niteni siswa. Perkembangan kognitif, psikomotor, dan afektif siswa perlu dipantau. Ketika mengetahui adanya perkembangan maka perlu memberikan rewards. Namun ketika mengatahui adanya penururan, maka mencari penyebab dan memberikan solusi merupakan jalan yang bisa ditempuh.
Selanjutnya, perlu dipahami bahwa setiap individu mempunyai karakter dan kemampuan yang berbeda. Oleh karena itu seorang pendidik harus mampu memetakan dan memahami kemampuan dan karakter siswa. Dalam optimalisasi proses belajar, terdapat tiga jenis penggunaan indera yaitu indera telinga (audio), indera mata (visual, bisa gambar bergerak maupun gambar diam), dan indera mata serta telinga bisa dioptimalkan bersama. Tujuan niteni kemampuan dan karakter siswa supaya bisa mampu menentukan perlakuan dan pengunaan media pembelajaran.
Keempat, Telaten. Untuk memperoleh prestasi yang baik harus melalui jalan panjang yang berkelok. Prestasi gemilang bisa diraih berbekal kerja keras berbalut kesabaran. Terlebih zaman sekarang, badai budaya hedonis begitu kuat menghantam generasi muda. Siswa dikondisikan untuk tertarik menonton sinetron, konser musik dan jalan-jalan bersama teman-teman daripada belajar dan mengerjakan tugas dari guru.
Oleh karenanya, pendidik yang menghendaki prestasi gemilang bagi siswa-siswinya maka perlu telaten dalam membimbing, baik pada jam kegiatan belajar mengajar maupun diluar jam kegiatan belajar mengajar. Setiap waktu perlu nafas panjang ketika akan memasuki ruang kelas. Orang tua juga perlu membuat komitmen dengan buah hatinya terkait waktu belajar. Ketika mememasuki waktu belajar, orang tua harus rela mematikan televisi untuk menciptakan suasana kondusif. Jika perlu, orang tua juga menemani dan membimbing ketika anak sedang belajar.
Ketelatenan guru dan orangtua belum cukup. Siswa juga harus telaten ketika belajar. Penulis teringat pesan dari orang tua: “Belajar rutin satu jam per hari lebih baik daripada tiga jam satu waktu per tiga hari; Sore/malam hari mengulang pelajaran dan pagi hari mempersiapkan untuk pelajaran yang akan datang”. Ketelatenan belajar harus dibalut dengan kesungguhan. Tiada prestasi gemilang tanpa ketelatenan dan kesungguhan untuk menggapainya.
Kelima, Akhlak mulia. Kurang bijak jika kemampuan dan prestasi hanya diukur dari aspek akademik. Terlebih saat ini, banyak anggapan di masyarakat bahwa banyak orang pintar tanpa diiringi akhlak terpuji. Misalnya pejabat yang korupsi dan pengusaha yang menyuap. Kondisi ini menjadikan masyarakat tidak simpati. Hal ini tidak boleh terjadi pada seorang guru.
Guru harus menjadi pribadi pintar berakhlak mulia. Tujuannya, untuk menghadirkan sosok keteladanan bagi siswa. Jika guru mampu menjadi sosok idola, maka proses kegiatan belajar mengajar akan berjalan dalam suasana cair penuh keakraban. Siswa akan nyaman dan senantiasa menantikan kehadiran sosok guru di dalam kelas.
Prestasi siswa wajib ditingkatkan dalam suasana kompetisi yang sehat, banyak daya dan upaya yang bisa ditempuh. Diantaranya dengan menyemai cinta sesuai pemaparan diatas. Semoga tulisan sederhana ini bisa menjadi sumbangsih bagi peningkatan prestasi siswa. Salam cinta pendongkrak prestasi.
Cinta merupakan rangkaian lima huruf yang berbeda yaitu C-I-N-T-A. Menurut penulis, metode ‘cinta’ merupakan suatu proses pendidikan yang dilandasi dengan: (1) Cerita motivasi, (2) Inovasi, (3) Niteni, (4) Telaten, dan (dibalut dengan) (5) Akhlak terpuji. Selanjutnya, mari kita urai C-I-N-T-A untuk mendongkrak prestasi siswa.
Pertama, Cerita motivasi. Dalam proses pendidikan, seorang pendidik (guru dan orang tua) perlu membangkitkan hasrat siswa untuk berprestasi. Cerita kisah kehidupan dibalik orang sukses maupun cerita kegagalan seseorang akan mampu memberikan pelajaran bagi siswa untuk menentukan masa depannya. Selain itu, siswa perlu juga didorong untuk aktif membaca kisah-kisah yang mampu membangkitkan motivasinya. Apabila siswa menghendaki sukses, maka pendidik bisa mengarahkan siswa untuk berperilaku sesuai kisah kehidupan orang-orang sukses. Pendidik juga perlu mengingatkan bahwa apabila siswa mencotoh perilaku orang-orang gagal, maka dapat dipastikan masa depannya juga akan suram.
Kedua, Inovasi. Kamus Besar Bahasa Indonesia memberi batasan, inovasi sebagai pemasukan atau pengenalan hal-hal yang baru, penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada atau yang sudah dikenal sebelumnya baik berupa gagasan, metode atau alat (KBBI, 1990 : 330). Merunut pengertian tersebut, maka inovasi identik dengan sesuatu yang baru termasuk metode. Jika kita hubungkan dengan pembelajaran, maka inovasi pembelajaran berarti penggunaan metode yang baru dan bervariasi untuk memudahkan siswa menerima materi pelajaran.
Sebagai seorang pendidik, guru dituntut untuk senantiasa menggunakan metode bervariasi. Tujuannya untuk menghilangkan kebosanan siswa ketika proses pembelajaran. Untuk menambah referensi metode-metode pembelajaran, guru bisa memanfaatkan forum diskusi antar guru misalnya melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Disamping guru yang harus berinovasi, siswapun diharapkan juga melakukan inovasi dalam belajar.
Ketiga, Niteni. Kegiatan mengingat dan merekam perkembangan anak bisa disebut niteni. Sangat bijak tatkala seorang pendidik mampu niteni siswa. Perkembangan kognitif, psikomotor, dan afektif siswa perlu dipantau. Ketika mengetahui adanya perkembangan maka perlu memberikan rewards. Namun ketika mengatahui adanya penururan, maka mencari penyebab dan memberikan solusi merupakan jalan yang bisa ditempuh.
Selanjutnya, perlu dipahami bahwa setiap individu mempunyai karakter dan kemampuan yang berbeda. Oleh karena itu seorang pendidik harus mampu memetakan dan memahami kemampuan dan karakter siswa. Dalam optimalisasi proses belajar, terdapat tiga jenis penggunaan indera yaitu indera telinga (audio), indera mata (visual, bisa gambar bergerak maupun gambar diam), dan indera mata serta telinga bisa dioptimalkan bersama. Tujuan niteni kemampuan dan karakter siswa supaya bisa mampu menentukan perlakuan dan pengunaan media pembelajaran.
Keempat, Telaten. Untuk memperoleh prestasi yang baik harus melalui jalan panjang yang berkelok. Prestasi gemilang bisa diraih berbekal kerja keras berbalut kesabaran. Terlebih zaman sekarang, badai budaya hedonis begitu kuat menghantam generasi muda. Siswa dikondisikan untuk tertarik menonton sinetron, konser musik dan jalan-jalan bersama teman-teman daripada belajar dan mengerjakan tugas dari guru.
Oleh karenanya, pendidik yang menghendaki prestasi gemilang bagi siswa-siswinya maka perlu telaten dalam membimbing, baik pada jam kegiatan belajar mengajar maupun diluar jam kegiatan belajar mengajar. Setiap waktu perlu nafas panjang ketika akan memasuki ruang kelas. Orang tua juga perlu membuat komitmen dengan buah hatinya terkait waktu belajar. Ketika mememasuki waktu belajar, orang tua harus rela mematikan televisi untuk menciptakan suasana kondusif. Jika perlu, orang tua juga menemani dan membimbing ketika anak sedang belajar.
Ketelatenan guru dan orangtua belum cukup. Siswa juga harus telaten ketika belajar. Penulis teringat pesan dari orang tua: “Belajar rutin satu jam per hari lebih baik daripada tiga jam satu waktu per tiga hari; Sore/malam hari mengulang pelajaran dan pagi hari mempersiapkan untuk pelajaran yang akan datang”. Ketelatenan belajar harus dibalut dengan kesungguhan. Tiada prestasi gemilang tanpa ketelatenan dan kesungguhan untuk menggapainya.
Kelima, Akhlak mulia. Kurang bijak jika kemampuan dan prestasi hanya diukur dari aspek akademik. Terlebih saat ini, banyak anggapan di masyarakat bahwa banyak orang pintar tanpa diiringi akhlak terpuji. Misalnya pejabat yang korupsi dan pengusaha yang menyuap. Kondisi ini menjadikan masyarakat tidak simpati. Hal ini tidak boleh terjadi pada seorang guru.
Guru harus menjadi pribadi pintar berakhlak mulia. Tujuannya, untuk menghadirkan sosok keteladanan bagi siswa. Jika guru mampu menjadi sosok idola, maka proses kegiatan belajar mengajar akan berjalan dalam suasana cair penuh keakraban. Siswa akan nyaman dan senantiasa menantikan kehadiran sosok guru di dalam kelas.
Prestasi siswa wajib ditingkatkan dalam suasana kompetisi yang sehat, banyak daya dan upaya yang bisa ditempuh. Diantaranya dengan menyemai cinta sesuai pemaparan diatas. Semoga tulisan sederhana ini bisa menjadi sumbangsih bagi peningkatan prestasi siswa. Salam cinta pendongkrak prestasi.
(Arfi Nurdiyantoro, S.Pd, Guru MA Al Ma'had An Nur Bantul)
*Artikel pernah dimuat di Majalah Bakti Kanwil Kemenag D.I. Yogyakarta
0 komentar:
Posting Komentar